Nur Rohman
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
وَاٰتَيْنَا مُوْسَى الْكِتٰبَ وَجَعَلْنٰهُ هُدًى لِّبَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اَلَّا تَتَّخِذُوْا مِنْ دُوْنِيْ وَكِيْلًاۗ
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya matahari tak pernah ditahan untuk seorang manusia pun, selain untuk Yusya’ di hari ketika ia hendak menaklukan Baitul Maqdis”. [H.r. Ahmad].
Setalah kita pelajari, Yusa’ merupakan murid dari nabi Musa As. Namanya adalah Yusya’ bin Nun bin Ifrosun bin Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim As. Ia melanjutkan perjuangan Nabi Musa dan Nabi Harun As dalam pembebasan Baitul Maqdis dari kelompok dzalim.
Waktu itu, peperangan tidak bisa terelakkan, dan peperangan pun terjadi. Tepatnya hari jum’at, kita tahu bahwa Yusa’ bin Nun dan pengikutnya berasal dari Bani Israil, maka sesuai syariat yang diturnkan melalui Nabi Musa As, Bani Isral diperintahkan untuk berhenti beraktivas pada hari sabat (Sabtu). Karena peperangan yang tidak kunjung berakhir, maka dipastikan bahwa pasukan Yusya’ bin Nun akan kalah. Hingga waktu Ahsar pun tiba, lalu Yusya’ bin Nun berkata kepada Matahari.
‘Hai matahari, engkau tengah menjalankan tugasmu dan aku pun sedang menjalankan tugas dari Allah. Maka, wahai Tuhanku, hentikanlah matahari!’ Dan matahari pun berhenti sejenak hingga Allah mengaruniakan kemenangan kepadanya.” [H.r. Muslim]
Terdapat beberapa hal yang perlu kita ketahui dari pembentukan pasukan Yusya’ bin Nun dalam pembebasan Baitul Maqdis. Di sana terdapat tiga syarat utama untuk menjadi pasukan Yusya’ bin Nun. Ini kita ambilkan dari H. r. Muslim:
Salah satu dari nabi telah melakukan perang suci. Ia berkata kepada kaumnya: “ Barangsiapa yang telah menikahi seorang perempuan dan berkehendak untuk bercampur dengannya namun belum terlaksana; lalu mereka yang sedang membangun rumah namun belum menegakkan atap rumahnya; juga mereka yang telah membeli kambing-kambing dan unta-unta yang hamil dan menunggu kelahirannya, mereka itu tidak akan ikut (untuk berperang) bersamaku.” [H.r. Muslim]
Dapat kita petik pelajaran dari keempat hadits dan kitab Ibnu Kathir serta kitab as-Sa’di, bahwa untuk mendapatkkan sesuatu yang besar hati kita tidak boleh tertawan pada kecintaan hidup di dunia. Hal ini juga terbukti dari banyak sejarah, salah satunya adalah pembebasan Konstantinopel oleh Muhammad Al-Fatih.
Rasulullah SAW bersabda: “Konstaninopel itu pasti dibebaskan, sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannya.” [H.r. Bukhari]
Konstantinopel itu merupakan kota yang luar biasa. Kota ini di ujung pulau dikelilingi tiga sisi lautan; selat Bosphorus, laut Marmara, dan selat Tanduk. Daratannya, dikelilingi oleh dinding yang tingginya 30 meter, lebarnya 9 meter, dan dilindungi parit sepanjang 7 meter.
Begitu luar biasanya Konstaninopel ini, hingga Napoleon Bonaparte -seorang pemimpin militer dan kaisar Prancis- pernah mengatakan; “Andaikata dunia ini merupakan suatu negara, maka Konstaninopel inilah yang layak menjadi ibukotanya.
Banyak pemimpin yang mendengar hadits Rasulullah di awal, maka banyak pemimpin yang tergoda untuk membebaskan Konstantinopel dan membawa Islam masuk ke Konstaninopel. Tercatat dalam sejarah, Sulaiman bin Abdul Malik gagal, Abu Ayub al-Anshari gagal, Harun al-Rasyid gagal, Sultan Yazid I gagal, dan Sultan Murad II gagal. Lalu lahirlah seorang anak, namanya Muhammad. Dia mengazamkan dalam hatinya, bahwa dia ingin membebaskan Konstaninopel.
Dia kumpulkan 40.000 anak untuk dilatih ilmu fisik, agama, dan perang dalam upaya penaklukan konstantinopel. Untuk meruntuhkan dinding Konstantinopel, dia menciptakan sebuah senjata yang mampu melemparkan sebuah peluru yang beratnya 700 kg.
21 tahun dia menjadi pemimpin negara Islam waktu itu. Ketika dia menjadi khalifah, tahun 1453, Muhammad al-Fatih membawa 250.000an pasukan dan 400 kapal perang di usianya yang masih 21 tahun untuk membebaskan Konstantinopel.
Dari sebelah Barat, Selatan, Utara pasukan Muhammad al-Fatih harus melawan pasukan darat dan laut Konstantinopel. 14 hari perang tidak ada tanda-tanda kemenangan, kemudian sebagian dari pasukannya berkata: “Sudahlah Muhammad al-Fatih, kita menyerah saja, kita pulang saja, dan kita serang di lain waktu”. Namun apakah Muhammad al-fatih menyerah? Tidak.
Jadi, kunci pertahanan Konstantinopel itu karena lautannya dikelilingi oleh rantai, sehingga kapal-kapal Muhammad al-Fatih tidak bisa melewatinya. Apa yang dilakukan oleh pemuda usia 21 tahun ini? Muhammad al-Fatih memerintahkan pasukannya untuk memindahkan 70 kapal perang dari selat Borphorus menuju selat Tanduk melalui gunung Galatai yang panjangnya 3 mil. Jadi bayangkan! 70 kapal perang ditarik dengan tenaga manusia, menaiki sebuah gunung dalam waktu satu malam, hingga Umar Ostuna dalam kitabnya Ustmani Tarikhi mengatakan: “Kalian tidak pernah melihat, dan tidak pernah mendengar sesuatu yang luar biasa seperti ini. Muhammad al-Fatih telah membuat bumi menjadi lautan, dan dia telah menyeberangkan kapal-kapalnya di puncak gunung sebagai pengganti gelombang lautan.
Sungguh, kehebatannya jauh melebihi apa yang dilakukan Alexander Agung. 29 Mei 1453, akhirnya takbir pun membahana dilangit Konstantinopel. Kesokan harinya, Muhammad al-Fatih mengumpulkan pasukannya untuk persiapan sholat Jum’at. Salah satu sholat Jum’at yang panjang panjang dalam sejarah, 6 KM.
Dia ingin memilih pasukan terbaik untuk menjadi imam sholat. Dia meminta seluruh pasukannya untuk berdiri, kemudian bertanya; “wahai pasukanku, siapa di antara kalian yang pernah meninggalkan sholat wajib semenjak akil baligh silahkan duduk.” Tidak satu pun pasukannya duduk. Pertanyaan kedua; ”wahai pasukanku siapa di antara kalian yang pernah meninggalkan sholat rawatib semenjak akil baligh silahkan duduk.” Sebagian pasukannya mulai duduk. Dan pertanyaan terakhir: ”wahai pasukanku siapa di antara kalian yang pernah meninggalkan sholat malam semenjak akil baligh silahkan duduk.” Seluruh pasukan duduk, kecuali Muhammad al-Fatih.
Tidak sulit bagi Allah untuk memenangkan pemimpin sebelumnya, tapi mengapa Allah memilih Muhammad al-Fatih? Mungkin Allah ingin menunjukan kepada kita, dulu pernah hidup seorang pemuda, yang dia menjaga kedekatannya dengan Allah. Dan dia membuktikan Q.S Muhammad ayat 7.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن تَنصُرُوا۟ ٱللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
Semoga pelajaran dari dua sosok di atas menjadikan kita semakin dekat dengan Allah SWT dan memberikan gambaran bagaimana seharusnya kita membekali generasi kita dan juga generasi selanjutnya.
Penulis Nur Rohman, Guru produktif SMKMUH2Turi Peserta DIklat Jurnalistik MPI 2024