Turi, Pdmsleman.Or.Id
Oleh: H. Akhmad Khairudin, S.S., M.B.A. (Majelis Ekonomi PCM Turi)
Idul Kurban atau Hari Raya Kurban merupakan salah satu hari raya besar dalam Islam yang dirayakan setiap tahun pada tanggal 10 Dzulhijjah dalam kalender Islam. Hari raya ini ditandai dengan pemotongan hewan kurban yang dilakukan oleh umat Muslim yang mampu. Dengan adanya momentum tersebut, terdapat fluktuasi yang signifikan antara permintaan hewan kurban dan ketersediaan hewan kurban mendekati hari raya tersebut.
Secara makro, equilibrium pada mekanisme pasar hewan kurban dapat tercapai apabila jumlah ketersediaan hewan kurban sebanding dengan jumlah permintaan pada kondisi harga tertentu. Pada tahun 2022, terjadi kelangkaan ketersediaan sapi di Surabaya karena ancaman wabah penyakit mulut dan kuku (PMK). Kelangkaan ini bukan hanya disebabkan oleh banyaknya hewan ternak yang mati akibat wabah tersebut, tetapi juga karena ketatnya distribusi akibat isu PMK. Akibatnya, penjualan sapi di Kota Surabaya mengalami penurunan omzet mencapai 50% dan kenaikan harga sapi di daerah sekitar. Fenomena ini menjadi tantangan bagi peternak, penjual hewan, atau penyedia untuk menyeimbangkan ketersediaan menjelang Idul Adha.
Pada tahun 2023, berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, terdapat ketersediaan hewan kurban mencapai 2,7 juta ekor. Ketersediaan hewan kurban menjelang Idul Adha dapat dihitung melalui penghitungan jumlah hewan yang tersedia di pasar dan peternakan, proyeksi kebutuhan hewan kurban, dan ketersediaan berdasarkan jenis hewan.
Melihat fenomena di atas dengan memperhatikan nilai permintaan (demand) dan ketersediaan (supply), bisnis sapi dan hewan kurban lainnya tampak sangat menggiurkan karena terjadi lonjakan permintaan pada musim kurban. Apakah hal tersebut cukup valid untuk terus bertahan bagi para peternak, blantik, atau penjual sapi untuk berkecimpung dalam bisnis tersebut, atau banyak peternak unggas yang akan beralih ke peternakan hewan kurban? Perlu strategi yang tepat untuk dapat berbisnis secara berkelanjutan.
Analisis Struktur Industri Bisnis Hewan Kurban di Indonesia
Menurut teori Porterian, yaitu Porter’s Five Forces atau Lima Pilar Porter, kerangka kerja ini digunakan untuk menganalisis tingkat persaingan dalam suatu industri dan membantu memahami struktur pasar. Berikut ini adalah implementasi Teori Porter dalam menganalisis struktur pasar sapi dan hewan kurban di Indonesia:
1. Kekuatan Persaingan Antar Perusahaan (Rivalry Among Existing Competitors)
Pasar hewan kurban, khususnya sapi di Indonesia, terdiri dari banyak peternak kecil hingga perusahaan besar yang menyediakan hewan kurban. Tingkat persaingan di pasar ini cukup tinggi, terutama menjelang Idul Kurban, di mana permintaan melonjak tajam. Harga dan kualitas hewan kurban menjadi faktor utama persaingan. Peternak dan penjual yang mampu menyediakan hewan dengan kualitas baik dan harga kompetitif cenderung lebih unggul dibandingkan yang hanya asal menyediakan hewan dan mematok harga di atas pasar. Agar lebih unggul, peternak dan penjual harus memahami harga sapi saat menjelang Idul Kurban, memberikan layanan tambahan seperti jasa antar, atau menyediakan jasa penyembelihan dan distribusi hewan kurban.
2. Ancaman Pendatang Baru (Threat of New Entrants)
Masuknya pendatang baru ke pasar sapi dan hewan kurban relatif mudah karena tidak memerlukan modal besar untuk memulai peternakan kecil. Namun, beberapa faktor seperti skala ekonomi, reputasi, dan jaringan distribusi yang dimiliki oleh pemain lama bisa menjadi hambatan (barrier) bagi pendatang baru. Selain itu, regulasi pemerintah terkait kesehatan dan kesejahteraan hewan juga menjadi tantangan tersendiri. Pendatang baru biasanya terlalu emosional dalam penyediaan hewan kurban tanpa memahami regulasi dan mekanisme operasional di sekitarnya. Aspek teknis, strategi pemasaran, dan kekuatan finansial juga harus terukur agar dapat bersaing dengan aktor yang sudah lama bermain di dunia perdagangan ini. Seringkali peternak kalah taktik dengan blantik/penjual sapi karena tidak memahami penjualan dan buta terhadap kalkulasi finansial dan operasional.
3. Ancaman Produk atau Jasa Pengganti (Threat of Substitute Products or Services)
Ancaman dari produk pengganti (substitution) di pasar sapi dan hewan kurban relatif rendah karena hewan kurban memiliki nilai religius dan simbolis yang tidak dapat digantikan oleh produk lain. Namun, variasi jenis hewan kurban (kerbau, kambing, domba) dapat menjadi pilihan substitusi bagi konsumen, tergantung pada harga dan preferensi budaya. Di Kudus, Jawa Tengah misalnya, kerbau, kambing, dan domba lebih dominan daripada sapi. Artinya, tidak ada pengganti hewan kurban yang signifikan di pasaran sehingga tidak mengakibatkan sapi tergantikan dan berpengaruh langsung terhadap harga sapi.
4. Kekuatan Tawar Menawar Pemasok (Bargaining Power of Suppliers)
Pemasok utama di pasar ini adalah peternak yang menyediakan hewan kurban. Kekuatan tawar menawar pemasok tergantung pada jumlah peternak di suatu wilayah dan kemampuan mereka untuk mempengaruhi harga. Di daerah dengan banyak peternak, kekuatan tawar menawar pemasok cenderung rendah karena persaingan yang tinggi. Sebaliknya, di daerah dengan sedikit peternak, kekuatan tawar menawar bisa lebih tinggi. Di sinilah perusahaan transporter atau cargo dan pedagang sapi mendapat keuntungan dengan bermain di daerah yang memiliki ketersediaan rendah namun permintaan tinggi. Seperti di Kalimantan, misalnya, banyak hewan didatangkan dari Sulawesi guna memenuhi permintaan dan banyaknya orang yang mampu menunaikan kurban di daerah tersebut.
5. Kekuatan Tawar Menawar Pembeli (Bargaining Power of Buyers)
Pembeli dalam pasar sapi dan hewan kurban terdiri dari individu, kelompok masyarakat, dan organisasi ketakmiran masjid. Kekuatan tawar menawar pembeli meningkat menjelang Idul Kurban karena banyaknya pilihan hewan kurban yang tersedia. Pembeli cenderung memilih hewan berdasarkan kualitas, harga, dan layanan tambahan seperti pengiriman dan penyembelihan. Pembeli yang membeli dalam jumlah besar, seperti masjid atau lembaga amal, memiliki kekuatan tawar menawar yang lebih besar dibandingkan pembeli individu.
Seharusnya dengan adanya segmentasi konsumen tersebut, penjual harus lebih sensitif terhadap pembeli. Menjual dengan institusi atau organisasi yang notabene melakukan pembelian secara kolektif akan berpengaruh terhadap kenaikan omzet daripada pembeli individu. Pebisnis harus memahami bagaimana memberikan pelayanan lebih dengan mengorientasikan kepada kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Dengan begitu, kekuatan besar yang dimiliki para pembeli untuk memilih dagangan dan penyedia tidak akan mudah beralih ke lain hati.
Implementasi dalam Analisis Struktur Pasar Sapi dan Hewan Kurban di Indonesia
Pengimplementasian Teori Porter dalam analisis pasar sapi dan hewan kurban di Indonesia, terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh yaitu:
- Pengumpulan Data
Mengumpulkan data mengenai jumlah peternak, volume penjualan, harga hewan kurban, dan tren permintaan selama beberapa tahun terakhir. Dengan begitu, tidak hanya data permintaan dan supply yang dapat diketahui, tetapi juga dapat melakukan estimasi berdasarkan referensi demografi pula.
- Analisis Persaingan
Mengidentifikasi pemain utama di pasar, strategi yang digunakan, dan tingkat persaingan. Sebagaimana berlayar di lautan bisnis, ukuran kapal kita dan ukuran serta jumlah kapal lainnya harus terukur. Dengan kapal yang kecil, jika melintas mendekati kapal besar (pemain besar), kita bisa menjadi karam atau tenggelam. Namun, kita harus mampu menangkap peluang dari pesaing, misalnya jika mereka membutuhkan jasa lain dari kita seperti transportasi, penyediaan dalam jumlah kecil, pembersihan kandang sementara, dll yang dapat menjadikan simbiosis mutualisme.
- Evaluasi Ancaman
Menilai ancaman dari pendatang baru dan produk substitusi, serta menganalisis regulasi dan hambatan masuk lainnya. Sensitivitas terhadap produk substitusi seperti hewan kurban impor, hewan pengganti kurban di beberapa daerah, dan regulasi pemerintah terhadap ketatnya distribusi akibat PMK harus dievaluasi secara mendalam untuk menciptakan tindakan preventif dan antisipatif saat penjualan.
- Kekuatan Pemasok dan Pembeli
Menilai kekuatan tawar menawar pemasok dan pembeli dengan mengamati dinamika pasar dan hubungan antara peternak dan konsumen.
- Strategi Rekomendasi
Memberikan rekomendasi strategi bagi peternak dan penyedia hewan kurban untuk meningkatkan daya saing, seperti diversifikasi produk, peningkatan kualitas layanan, dan membangun jaringan distribusi yang efisien.
Baik peternak maupun pebisnis hewan kurban harus meningkatkan produktivitas ternaknya dan penjualan secara masif menjelang Idul Adha. Mereka dituntut untuk cerdas memahami struktur pasar dan strategi-strategi agar bisnis yang digeluti tidak cepat surut dan terus bertahan lama. Mindset yang spontanitas di pasar tidak cukup dilakukan hanya dengan mengundi keberuntungan penjualan, tetapi rasionalitas harus tetap terukur sehingga risiko dapat diminimalkan dan keuntungan dapat dioptimalkan dalam jangka waktu yang panjang agar keberlangsungan bisnis bisa langgeng.
Menariknya, beberapa prinsip Porterian yang terkenal ini sudah diterapkan oleh sahabat Rasulullah SAW, Abdurrahman bin ‘Auf, yang dijuluki Sang Pedagang Allah. Ketika Rasulullah SAW hijrah dan mempersaudarakan Abdurrahman bin ‘Auf dengan Saudagar Kaya Sa’ad bin ar-Rabi’ al-Anshari di Madinah, Sa’ad menawarkan harta bahkan istrinya. Namun, Abdurrahman bin ‘Auf menolaknya dengan halus dan profesional, “Tunjukkanlah aku di mana letak pasar.” Kata “pasar” yang merupakan mekanisme kompleks antara penjual dan pembeli serta beberapa aspek yang terlibat di dalamnya kini menjadi kajian dan ilmu khusus yang dinamakan “marketing,” yang mencakup analisis pasar, branding, dan strategi-strategi di dalamnya.
Editor Arief Hartanto MPI PDM Sleman